Menyikapi Penyebab Panic Buying
Sering di antara kita, pergi ke pusat perbelanjaan, tiba-tiba nafsu konsumsi untuk membeli suatu produk atau jasa menggebu-gebu. Dan kita merasa akan kiamat, jika tidak segera membeli produk atau jasa tersebut.
Nah, perasaan seperti itu dikenal dengan istilah Panic Buying. Di mana, Panic-Buying merupakan perasaan ingin membeli sesuatu, hanya karena disebabkan kepanikan untuk membeli dan mendapatkan produk atau jasa tersebut.
Atau, dalam arti yang lebih luas, Panic Buying merupakan suatu perilaku konsumen, yang sangat tergesa-gesa untuk membeli suatu produk atau jasa, yang didasarkan pada perasaan takut kehabisan jika dirinya tidak segera membeli produk atau jasa tersebut.
Saat tergesa-gesa, akan banyak produk dan jasa yang dibeli, tanpa mempertimbangkan uang yang dimiliki. Dan juga, tanpa mempertimbangkan kegunaan produk dan jasa tersebut. Hal terpenting, diri kita telah membeli dan kemudian memiliki produk atau jasa tersebut.
Perlu kita ketahui, Panic Buying sangat membahayakan isi dompet kita (keuangan kita). Karena, kita tidak akan mampu mengongtrol nafsu konsumsi, untuk memiliki produk atau jasa tertentu.
Ada beberapa penyebab terjadinya Panic-Buying yang mampu menggelincirkan diri kita. Beberapa penyebab tersebut, antara lain:
Pasti, bagi kita yang tidak memiliki iman yang kuat untuk menahan nafsu konsumsi, akan tergelincir pada godaan diskon. Sehingga Panic-Buying akan langsung muncul ke permukaan diri kita. Dan diri kita segera mengeluarkan dompet, kemudian membeli produk atau jasa tersebut.
Agar diri kita tidak tergelincir ke dalam rayuan diskon, yang berakhir pada Panic-Buying. Maka kita harus mampu mendeteksi, apakah produk atau jasa yang di-diskon merupakan produk dan jasa yang kita butuhkan (need) atau hanya sekedar yang kita inginkan (want).
Jika produk atau jasa tersebut, memang benar-benar yang kita butuhkan (need), berarti kita harus membelinya. Begitu juga sebaliknya, jika produk atau jasa tersebut hanya didasarkan keinginan kita (want), berarti kita tidak usah membelinya.
Contoh, Anda pergi ke pusat perbelanjaan. Secara tidak disangka-sangka, ada pameran tas. Kebetulan, sudah dua bulan yang lalu tas yang Anda miliki rusak. Namun, Ada memang sengaja akan membeli, jika ada pameran. Salah satu tujuannya, dapat menghemat keuangan yang dimiliki.
Setelah di-cek, ternyata benar. Harga tas tersebut didiskon sebesar 40% dari harga normal di pasaran. Maka, karena produk tersebut memang yang sedang Anda butuhkan. Salah satunya sebagai alat penunjang kerja. Berarti, Anda harus membeli tas tersebut. Karena, itu termasuk produk yang sedang Anda butuhkan (need).
Berbeda halnya, jika di rumah Anda sudah memiliki banyak koleksi tas. Kemudian, ketika menyaksikan ada pameran tas, Anda langsung tergiur dan kemudian membelinya. Nah, tindakan membeli tas tersebut, masuk ke dalam kategori Panic-Buying. Karena, tindakan tersebut didasarkan, membeli hanya karena menginginkannya (want).
Pasti kita akan berpikiran seperti itu, ketika ada diskon dan kemudian diri kita terjerat Punic-Buying.
Hati-Hati dengan dompet tebal. Karena, kita belum membaginya menjadi beberapa bagian, seperti uang konsumsi, uang tabungan dan investasi, dan juga uang pengembangan diri.
Jika Anda merasa bahwa dompet Anda masih tebal, maka Anda harus cepat-cepat mengalihkan pikiran kepada tiga hal tersebut. Yaitu alokasi keuangan untuk konsumsi, tabungan dan investasi, beserta uang pengembangan diri.
Pikiran tersebut harus dimunculkan, kala Panic-Buying mulai muncul dalam diri Anda. Sehingga diri kita, akan terselamatkan dari sesatnya Panic-Buying.
Pasti, pikiran seperti itu muncul dalam diri kita, ketika kita dihadapkan kepada hal-hal yang mengarah pada Panic-Buying.
Memang benar, bagi yang sudah bekerja, setiap bulan pasti akan menerima gaji dari tempatnya bekerja. Pertanyaannya ialah, apakah uang yang kita dapatkan (pendapatan) semata-mata harus kita habiskan untuk nafsu belanja. Jika kita selalu menuruti, pasti kita akan sulit untuk mencapai tingkat memiliki pendapatan yang sehat.
Jika suatu saat timbul bisikan bahwa “Nanti juga dapat uang”, maka cepat-cepat hadirkan bahwa “uang yang kita dapatkan sudah ada alokasinya”. Sehingga, jika diri kita tidak benar-benar butuh terhadap produk atau jasa tersebut, kita tidak usah membelinya. Begitu juga sebaliknya, jika memang dibutuhkan, maka kita harus membelinya.
Nah, ketika kita akan keluar rumah, tanyakan terlebih dahulu pada diri kita dan keluarga kita, apakah kita keluar rumah hanya untuk window shoping, atau memang ada agenda membeli suatu produk atau jasa yang dibutuhkan.
Jika niat kita keluar rumah dan menuju pusat perbelanjaan ialah untuk membeli produk atau jasa yang sedang dibutuhkan (need) di rumah. Maka, kita harus langsung menuju pada produk atau jasa yang kita butuhkan. Bukan malah keliling melakukan Window Shoping di pusat perbelanjaan. Hal tersebut, untuk meminimalisir agar kita tidak terjerat pada Panic-Buying.
Begitu juga sebaliknya, jika niat kita keluar rumah hanya untuk refreshing atau sekadar jalan-jalan biasa. Maka, jangan sampai ketika kita sudah sampai di pusat perbelanjaan, kita terjerat nafsu Panic-Buying, hanya gara-gara melihat ada diskon besar-besaran di sebuah pusat perbelanjaan.
Ketika kita sudah bisa mendeteksi, niatan kita keluar rumah, apakah hanya sekedar Window Shoping atau benar-benar membeli produk atau jasa yang diinginkan, berarti diri kita telah berusaha menjauhkan diri dari Panic-Buying.
Baiklah para pembaca yang budiman, semoga empat hal tersebut akan mampu membuat kita sadar, bahwa Panic-Buying sangat membahayakan kondisi keuangan kita. Sehingga, dengan mengetahui empat hal tersebut, kita bisa antisipasi Panic-Buying sejak dini.
Terimakasih, salam sukses penuh keberkahan untuk kita semua…!
Panic buying didorong oleh kecemasan akan situasi yang tidak pasti sehingga akan berusaha untuk memadamkan ketakutan itu dengan membeli barang melebihi apa yang dibutuhkan.
Nah, perasaan seperti itu dikenal dengan istilah Panic Buying. Di mana, Panic-Buying merupakan perasaan ingin membeli sesuatu, hanya karena disebabkan kepanikan untuk membeli dan mendapatkan produk atau jasa tersebut.
Atau, dalam arti yang lebih luas, Panic Buying merupakan suatu perilaku konsumen, yang sangat tergesa-gesa untuk membeli suatu produk atau jasa, yang didasarkan pada perasaan takut kehabisan jika dirinya tidak segera membeli produk atau jasa tersebut.
Saat tergesa-gesa, akan banyak produk dan jasa yang dibeli, tanpa mempertimbangkan uang yang dimiliki. Dan juga, tanpa mempertimbangkan kegunaan produk dan jasa tersebut. Hal terpenting, diri kita telah membeli dan kemudian memiliki produk atau jasa tersebut.
Perlu kita ketahui, Panic Buying sangat membahayakan isi dompet kita (keuangan kita). Karena, kita tidak akan mampu mengongtrol nafsu konsumsi, untuk memiliki produk atau jasa tertentu.
Ada beberapa penyebab terjadinya Panic-Buying yang mampu menggelincirkan diri kita. Beberapa penyebab tersebut, antara lain:
PERTAMA: Diskon
Diskon yang diberikan oleh pedagang (produsen), akan membuat Panic-Buying timbul seketika dalam diri kita. Karena, kita akan terpancing untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan, ketika diri kita ditawari diskon. Apalagi, diskon yang diberikan gila-gilaan. Artinya, diskonnya cukup besar.Pasti, bagi kita yang tidak memiliki iman yang kuat untuk menahan nafsu konsumsi, akan tergelincir pada godaan diskon. Sehingga Panic-Buying akan langsung muncul ke permukaan diri kita. Dan diri kita segera mengeluarkan dompet, kemudian membeli produk atau jasa tersebut.
Agar diri kita tidak tergelincir ke dalam rayuan diskon, yang berakhir pada Panic-Buying. Maka kita harus mampu mendeteksi, apakah produk atau jasa yang di-diskon merupakan produk dan jasa yang kita butuhkan (need) atau hanya sekedar yang kita inginkan (want).
Jika produk atau jasa tersebut, memang benar-benar yang kita butuhkan (need), berarti kita harus membelinya. Begitu juga sebaliknya, jika produk atau jasa tersebut hanya didasarkan keinginan kita (want), berarti kita tidak usah membelinya.
Contoh, Anda pergi ke pusat perbelanjaan. Secara tidak disangka-sangka, ada pameran tas. Kebetulan, sudah dua bulan yang lalu tas yang Anda miliki rusak. Namun, Ada memang sengaja akan membeli, jika ada pameran. Salah satu tujuannya, dapat menghemat keuangan yang dimiliki.
Setelah di-cek, ternyata benar. Harga tas tersebut didiskon sebesar 40% dari harga normal di pasaran. Maka, karena produk tersebut memang yang sedang Anda butuhkan. Salah satunya sebagai alat penunjang kerja. Berarti, Anda harus membeli tas tersebut. Karena, itu termasuk produk yang sedang Anda butuhkan (need).
Berbeda halnya, jika di rumah Anda sudah memiliki banyak koleksi tas. Kemudian, ketika menyaksikan ada pameran tas, Anda langsung tergiur dan kemudian membelinya. Nah, tindakan membeli tas tersebut, masuk ke dalam kategori Panic-Buying. Karena, tindakan tersebut didasarkan, membeli hanya karena menginginkannya (want).
KEDUA: Berpikir Dompet Tebal
Aahhh….! Baru abis gajian, dompet masih tebal. Kan sayang kalau tidak segera mengambil diskon yang ada.Pasti kita akan berpikiran seperti itu, ketika ada diskon dan kemudian diri kita terjerat Punic-Buying.
Hati-Hati dengan dompet tebal. Karena, kita belum membaginya menjadi beberapa bagian, seperti uang konsumsi, uang tabungan dan investasi, dan juga uang pengembangan diri.
Jika Anda merasa bahwa dompet Anda masih tebal, maka Anda harus cepat-cepat mengalihkan pikiran kepada tiga hal tersebut. Yaitu alokasi keuangan untuk konsumsi, tabungan dan investasi, beserta uang pengembangan diri.
Pikiran tersebut harus dimunculkan, kala Panic-Buying mulai muncul dalam diri Anda. Sehingga diri kita, akan terselamatkan dari sesatnya Panic-Buying.
KETIGA: Nanti Juga Dapet Uang Lagi
Nanti juga akan dapat uang lagi. Kan sekarang sudah hampir gajian lagi.Pasti, pikiran seperti itu muncul dalam diri kita, ketika kita dihadapkan kepada hal-hal yang mengarah pada Panic-Buying.
Memang benar, bagi yang sudah bekerja, setiap bulan pasti akan menerima gaji dari tempatnya bekerja. Pertanyaannya ialah, apakah uang yang kita dapatkan (pendapatan) semata-mata harus kita habiskan untuk nafsu belanja. Jika kita selalu menuruti, pasti kita akan sulit untuk mencapai tingkat memiliki pendapatan yang sehat.
Jika suatu saat timbul bisikan bahwa “Nanti juga dapat uang”, maka cepat-cepat hadirkan bahwa “uang yang kita dapatkan sudah ada alokasinya”. Sehingga, jika diri kita tidak benar-benar butuh terhadap produk atau jasa tersebut, kita tidak usah membelinya. Begitu juga sebaliknya, jika memang dibutuhkan, maka kita harus membelinya.
KEEMPAT: Pastikan Niat, Window Shoping Atau Belanja
Window Shoping ialah istilah keren dari sekedar jalan-jalan di pusat perbelanjaan. Dengan tujuan, hanya jalan-jalan saja, tanpa ada agenda membeli suatu produk atau jasa.Nah, ketika kita akan keluar rumah, tanyakan terlebih dahulu pada diri kita dan keluarga kita, apakah kita keluar rumah hanya untuk window shoping, atau memang ada agenda membeli suatu produk atau jasa yang dibutuhkan.
Jika niat kita keluar rumah dan menuju pusat perbelanjaan ialah untuk membeli produk atau jasa yang sedang dibutuhkan (need) di rumah. Maka, kita harus langsung menuju pada produk atau jasa yang kita butuhkan. Bukan malah keliling melakukan Window Shoping di pusat perbelanjaan. Hal tersebut, untuk meminimalisir agar kita tidak terjerat pada Panic-Buying.
Begitu juga sebaliknya, jika niat kita keluar rumah hanya untuk refreshing atau sekadar jalan-jalan biasa. Maka, jangan sampai ketika kita sudah sampai di pusat perbelanjaan, kita terjerat nafsu Panic-Buying, hanya gara-gara melihat ada diskon besar-besaran di sebuah pusat perbelanjaan.
Ketika kita sudah bisa mendeteksi, niatan kita keluar rumah, apakah hanya sekedar Window Shoping atau benar-benar membeli produk atau jasa yang diinginkan, berarti diri kita telah berusaha menjauhkan diri dari Panic-Buying.
Kelima: Virus yang Mewabah
Seperti yang kita ketahui bahwa di Indonesia sudah ditetapkan bahwa 2 warganya positif mengidap virus korona, sehingga karantina pada wilayah tsb mungkin akan terjadi, tentu hal ini dapat mempengaruhi perilaku panic buying pada produk masker dan pangan.Baiklah para pembaca yang budiman, semoga empat hal tersebut akan mampu membuat kita sadar, bahwa Panic-Buying sangat membahayakan kondisi keuangan kita. Sehingga, dengan mengetahui empat hal tersebut, kita bisa antisipasi Panic-Buying sejak dini.
Terimakasih, salam sukses penuh keberkahan untuk kita semua…!