Harga Harus Sesuai Segmen Pasar
Segmen pasar sangat menentukan terhadap besarnya harga produk dan jasa yang kita tawarkan ke konsumen.
Salah menentukan besar harga dari segmen pasar yang ada, maka jangan sekali-kali berharap produk dan jasa yang kita tawarkan laku.
Memang benar, harga tak akan menjadi masalah besar bagi konsumen, jika produk yang ditawarkan itu memiliki kualitas yang baik.
Hanya saja, ada fakta lain yang harus kita sadari bersama. Sebaik apapun produk dan jasa yang kita tawarkan. Dan, harga tak bisa menyesuaikan dengan segmen pasar. Jangan berharap produk dan jasa yang kita tawarkan laku.
Bila saya analisa, penyebabnya sederhana, yaitu harga tak sesuai dengan segmen pasar. Harga ayam bakarnya sebesesar Rp 18 ribu. Sedangkan harga pecel ayam yang merupakan pesaing bisnisnya di sepanjang jalan tersebut, kisaran Rp 15 ribu-an.
Bahkan, untuk pesaing lainnya seperti Warteg (warung tegal), Rp 10 ribu sudah bisa makan dengan lauk yang maknyus. Serta dapat air gratis. Bahkan, teh anget pun gratis jika ada yang mau, hehehehe…!
Memang beda harga dengan pesaing lainnya tak begitu besar. Hanya saja, untuk kelas menengah ke bawah, selisih harga beberapa ribu saja akan menjadi persoalan. Itulah bedanya segmen kelas atas dan kelas menengah ke bawah.
Dan analisa saya tak salah, seminggu lalu kios yang disewa tetangga saya, akhirnya di-take over (diambil alih) oleh pengusaha nasi padang.
Hari pertama buka, langsung diserbu oleh pengunjung. Saya pun mengira, pasti pengunjung tersebut adalah pengunjung bayaran. Sebagai strategi marketing, untuk mengundang orang beli, karena ramai.
Karena dalam ilmu marketing modern, keramaian akan menjadi magnet orang untuk berkunjung.
Ternyata, dugaan saya keliru, bahkan sudah lebih satu minggu, setiap hari pengunjung datang bejibun.
Hal yang mengejutkan, di depan warung bertuliskan “Paket Rp 10 Ribu”. Lantas, terpikir di benak saya, “ini apa hanya tipuan marketing atau memang benar-benar Rp 10 harganya.”
Akhirnya saya putuskan untuk coba beli, membuktikan harga dan juga rasa yang ditawarkan. Ternyata, harganya benar paket Rp 10 ribu dengan lauk ayam, dan lain-lain.
Dan rasanya, cukup maknyus dengan hanya mengeluarkan gocek Rp 10 ribu. Tentu, konsumen tak akan menyesal. Bahkan, bisa diprediksi akan balik lagi membeli di lain waktu.
Maka dari itu, kita harus mengerti segmen pasar. Karena, dari segmen pasar, kita akan mengetahui berapa kisaran pendapatan masyaakat sekitar.
Kalau daerah pinggiran kota, yang rata-rata merupakan seorang pegawai, paling tidak kisaran pendapatannya UMR di kota tersebut.
Sehingga, mereka akan lebih memilih harga yang lebih murah, bila ada pesaing dengan produk atau jasa yang serupa.
Begitu juga sebaliknya, jika di daaerah perumahan elit seperti Pondok Indah Jaksel dan Kelapa Gading Jakut, pasti pendapatan penduduknya cukup besar.
Tentu, pendapatan yang besar tersebut, membuat mereka tak begitu mempersoalkan tentang harga.
Jika lingkungannya dipenuhi dengan perumahan besar dan agak tertutup, berarti masuk ke dalam segmen pasar elit.
Dan, jika lingkungan perumahannya biasa-biasa saja, berarti masuk ke dalam segmen kelas menengah.
Serta, jika lingkungannya adalah lingkungan pinggiran kota (perkampungan), maka masuk segmen pasar menengah ke bawah.
Kedua, cermati latar belakang profesi masyarakat. Latar belakang profesi, juga akan menentukan segmen pasar yang akan kita sasar.
Cermati profesi masyarakat yang ada di lingkungan sekitarnya. Jika profesi masyarakat sekitar adalah karyawan dan pedagang biasa, berarti masuk ke dalam segmen pasar menengah.
Begitu juga sebaliknya, jika profesi lingkungan sekitar adalah manajer, pebisnis besar, professional, berarti masuk ke dalam segmen pasar kelas menengah ke atas.
Jika Anda mau buka usaha atau buka cabang usaha baru, setidaknya dua hal tersebut harus Anda lakukan untuk mengetahui segmen pasar produk dan jasa yang akan ditawarkan.
Begitu juga sebaliknya, jika kita tak mengetahui secara detail segmen pasar, berarti kita telah bunuh diri di medan peperangan.
Maka dari itu, pahami secara detail segmen pasar, sebelum kita membuka bisnis baru, ataupun buka cabang dari bisnis yang sudah ada.
Salah menentukan besar harga dari segmen pasar yang ada, maka jangan sekali-kali berharap produk dan jasa yang kita tawarkan laku.
Memang benar, harga tak akan menjadi masalah besar bagi konsumen, jika produk yang ditawarkan itu memiliki kualitas yang baik.
Hanya saja, ada fakta lain yang harus kita sadari bersama. Sebaik apapun produk dan jasa yang kita tawarkan. Dan, harga tak bisa menyesuaikan dengan segmen pasar. Jangan berharap produk dan jasa yang kita tawarkan laku.
Sebuah Kisah Nyata
Ada kisah nyata, yang baru saja terjadi, atas bisnis tetangga saya di daerah Ciputat Tangerang Selatan. Di mana, bisnis ayam bakar yang baru buka satu tahun lalu, sekarang harus tutup gara-gara tidak laku.Bila saya analisa, penyebabnya sederhana, yaitu harga tak sesuai dengan segmen pasar. Harga ayam bakarnya sebesesar Rp 18 ribu. Sedangkan harga pecel ayam yang merupakan pesaing bisnisnya di sepanjang jalan tersebut, kisaran Rp 15 ribu-an.
Bahkan, untuk pesaing lainnya seperti Warteg (warung tegal), Rp 10 ribu sudah bisa makan dengan lauk yang maknyus. Serta dapat air gratis. Bahkan, teh anget pun gratis jika ada yang mau, hehehehe…!
Memang beda harga dengan pesaing lainnya tak begitu besar. Hanya saja, untuk kelas menengah ke bawah, selisih harga beberapa ribu saja akan menjadi persoalan. Itulah bedanya segmen kelas atas dan kelas menengah ke bawah.
Dan analisa saya tak salah, seminggu lalu kios yang disewa tetangga saya, akhirnya di-take over (diambil alih) oleh pengusaha nasi padang.
Hari pertama buka, langsung diserbu oleh pengunjung. Saya pun mengira, pasti pengunjung tersebut adalah pengunjung bayaran. Sebagai strategi marketing, untuk mengundang orang beli, karena ramai.
Karena dalam ilmu marketing modern, keramaian akan menjadi magnet orang untuk berkunjung.
Ternyata, dugaan saya keliru, bahkan sudah lebih satu minggu, setiap hari pengunjung datang bejibun.
Hal yang mengejutkan, di depan warung bertuliskan “Paket Rp 10 Ribu”. Lantas, terpikir di benak saya, “ini apa hanya tipuan marketing atau memang benar-benar Rp 10 harganya.”
Akhirnya saya putuskan untuk coba beli, membuktikan harga dan juga rasa yang ditawarkan. Ternyata, harganya benar paket Rp 10 ribu dengan lauk ayam, dan lain-lain.
Dan rasanya, cukup maknyus dengan hanya mengeluarkan gocek Rp 10 ribu. Tentu, konsumen tak akan menyesal. Bahkan, bisa diprediksi akan balik lagi membeli di lain waktu.
Hikmah Yang Dapat Dipetik
Dari cerita di atas, ada hikmah besar yang harus kita camkan bersama. Perbedaan harga beberapa ribu saja, akan membuat pasar tak mau menyerap produk dan jasa yang kita tawarkan. Jika memang masuk ke dalam segmen konsumen kelas menengah dan menengah ke bawah.Maka dari itu, kita harus mengerti segmen pasar. Karena, dari segmen pasar, kita akan mengetahui berapa kisaran pendapatan masyaakat sekitar.
Kalau daerah pinggiran kota, yang rata-rata merupakan seorang pegawai, paling tidak kisaran pendapatannya UMR di kota tersebut.
Sehingga, mereka akan lebih memilih harga yang lebih murah, bila ada pesaing dengan produk atau jasa yang serupa.
Begitu juga sebaliknya, jika di daaerah perumahan elit seperti Pondok Indah Jaksel dan Kelapa Gading Jakut, pasti pendapatan penduduknya cukup besar.
Tentu, pendapatan yang besar tersebut, membuat mereka tak begitu mempersoalkan tentang harga.
Mengetahui Segmen Pasar
Pertama, amati kondisi lingkungan. Dengan mengamati kondisi lingkungan masyarakat, kita sudah bisa membaca segmen pasar yang akan kita tawarkan.Jika lingkungannya dipenuhi dengan perumahan besar dan agak tertutup, berarti masuk ke dalam segmen pasar elit.
Dan, jika lingkungan perumahannya biasa-biasa saja, berarti masuk ke dalam segmen kelas menengah.
Serta, jika lingkungannya adalah lingkungan pinggiran kota (perkampungan), maka masuk segmen pasar menengah ke bawah.
Kedua, cermati latar belakang profesi masyarakat. Latar belakang profesi, juga akan menentukan segmen pasar yang akan kita sasar.
Cermati profesi masyarakat yang ada di lingkungan sekitarnya. Jika profesi masyarakat sekitar adalah karyawan dan pedagang biasa, berarti masuk ke dalam segmen pasar menengah.
Begitu juga sebaliknya, jika profesi lingkungan sekitar adalah manajer, pebisnis besar, professional, berarti masuk ke dalam segmen pasar kelas menengah ke atas.
Jika Anda mau buka usaha atau buka cabang usaha baru, setidaknya dua hal tersebut harus Anda lakukan untuk mengetahui segmen pasar produk dan jasa yang akan ditawarkan.
Penutup
Segmen pasar ibarat medan perang yang harus diketahui, jika kita ingin memenangkan peperangan dengan baik, dan berakhir kemenangan.Begitu juga sebaliknya, jika kita tak mengetahui secara detail segmen pasar, berarti kita telah bunuh diri di medan peperangan.
Maka dari itu, pahami secara detail segmen pasar, sebelum kita membuka bisnis baru, ataupun buka cabang dari bisnis yang sudah ada.